Kamis, 23 Februari 2012

chater 1

why did i fall in love with you?

Perang dunia ninja ke 4 telah berakhir. Semua telah berakhir, kesedihan, keresahan, segalanya kini memudar seiring dengan berlalunya perang itu. sang pahlawan baru kini telah lahir, seseorang yang dahulu tidak pernah dianggap, tak pernah dihargai, dianggap sebelah mata, justru pada akhirnya dia lah yang menyelamatkan semuanya.
Uzumaki Naruto, kini ia menjadi pahlawan. Bukan hanya untuk desanya, tapi untuk kembalinya dunia ninja menjadi satu dibawah satu kata yang disebut damai. Pemuda berkulit tan itu kini tengah tersenyum ketika ke sekian kalinya namanya dieluk-elukan oleh ribuan suara. Bola matanya yang berwarna biru cerah seperti samudera memancarkan sebuah kepuasan yang teramat sangat. Sesuatu hal yang sangat berarti baginya, hal yang selama ini ia perjuangkan, tujuan utamanya berusaha menjadi kuat, tujuan utamanya menjadi seperti sekarang ini, yaitu membawa kembali sahabatnya – Uchiha Sasuke –pulang ke desa.

Pemuda bertubuh tegap dengan rambut khas ravennya itu tengah berjalan menyusuri desanya. Kini ia kembali. Benar-benar kembali ke Konoha. Setelah sekitar 5 tahun ia memutuskan untuk pergi meninggalkan desa ini, memilih egonya untuk membalaskan dendam pada kakak satu-satunya dan meninggalkan semua kenangan yang sampai sekarang masih jelas tersimpan dalam memori otaknya. Sudah sekitar seminggu setelah perang berakhir dan dua hari yang lalu akhirnya ia diperbolehkan keluar dari rumah sakit.
Pertarungannya dengan Naruto bukan tanpa hasil dan luka. Keduanya sama-sama menderita luka yang cukup serius. Seperti yang dulu pernah Naruto katakan saat melawannya, bahwa saat waktunya tiba nanti mereka dipertemukan untuk saling bertarung, maka saat itu juga jika mereka bermaksud mengakhirinya, maka keduanya akan sama-sama tewas dan mati bersama. Ya, Sasuke mempercayai itu, ia percaya kata-kata Naruto dari lubuk hatinya yang terdalam, tapi ia menolak untuk mengakuinya. Ia masih ingin mempercayai bahwa ia masih dan akan selalu tetap lebih kuat daripada rivalnya itu, dan ia pasti akan menang. Namun dugaannya terbukti salah, jika pada saat pertempuran saat itu Naruto tidak menahannya dan mempengaruhi pikirannya dengan seribu omong kosong yang diucapkan bocah rubah itu, mungkin saat ini keduanya sudah tewas. Atau yang lebih parah, mungkin hanya ia yang akan tewas.
Naruto tak pernah melawannya tanpa berusaha berbicara sesuatu apapun padanya. Bocah itu selalu begitu, mengucapkan semua omong kosong yang selalu Sasuke anggap angin lalu. Tapi kali ini ucapannya sedikit banyak mengusik pikirannya saat pertarungan. Disaat bocah itu mengatakan sesuatu tentang kakaknya – Itachi – Sasuke tak bisa begitu saja mengabaikan ucapan itu. Niat Sasuke belum berubah, ia tetap ingin menghancurkan Konoha bagaimanapun caranya dan itu pun yang dilakukannya saat itu.
Namun saat itu ucapan Naruto mengejutkannya. Saat bocah itu mengatakan bahwa ia sempat berbicara dengan Itachi. Pikirannya kacau antara percaya dan tidak menyangka dengan apa yang diucapkan oleh kakaknya kepada Naruto. Naruto menceritakan semuanya, disaat Itachi ternyata bisa terlepas dari jurus edo tensei yang dikendalikan oleh Kabuto, kemudian saat dia bekerja sama dengan Itachi untuk bertarung melawan musuh, dan saat terakhir yang begitu penting yaitu saat Itachi meminta pada Naruto untuk menolong adiknya, Sasuke.
Itachi meminta pada Naruto untuk menyelamatkan Sasuke. Menyelamatkan pemuda itu dari kegelapan yang semakin membelenggunya kini, yang semakin menjeratnya jatuh dan membutakannya. Selamatkan adiknya bagaimana pun caranya, meski ternyata satu-satunya cara untuk menyelamatkan Sasuke adalah membunuhnya, dia merelakan Naruto untuk melakukannya. Karena Itachi percaya, bahwa satu-satunya orang yang dapat menyelamatkan adiknya adalah Naruto.
Dan saat kalimat demi kalimat itu Naruto ucapkan, disela-sela pertarungan mereka, diantara desingan bunyi kunai dan katana yang beradu, diantara jurus-jurus yang mereka keluarkan untuk saling melawan, Sasuke sempat bergeming. Pemuda ini tak ingin mempercayai semua ucapan itu, tapi hatinya jelas tahu bahwa Naruto tak mungkin berucap omong kosong yang berisi kebohongan. Dalam hatinya ia sempat merasa sakit, dan… iri. Iri pada Naruto yang ternyata bisa bertemu kakaknya dan berbicara cukup banyak. Sejujurnya ia ingin ada di posisi itu. Ia ingin sekali lagi bertemu sang kakak, meski hanya sekedar untuk berucap maaf. Maaf yang dapat mengartikan segalanya yang telah ia lakukan hingga kini.
Dari awal Sasuke tahu, apa yang Naruto inginkan dan harapkan. Naruto berharap Sasuke akan menyadari semuanya, bahwa segala hal yang ia lakukan ini, yaitu tindakan dan niat balas dendamnya itu sama sekali tak berguna untuknya. Karena itu Naruto mencoba berbagai cara, apapun untuk bisa mengembalikan sahabatnya itu kembali ke desanya. Dan saat pertarungan dahsyat itu hampir berakhir, disaat keduanya hampir kehabisan cakra dan tidak sadarkan diri, Sasuke berpikir sambil memejamkan matanya. Jika memang kakaknya menginginkan hal itu, menginginkan ia kembali ke desanya hidup-hidup, dan mempercayai Naruto sebagai seseorang yang bisa merubah keputusannya, maka kali ini ia pun akan mempercayai apa yang telah dipercayai oleh sang kakak. Ia memutuskan untuk menyerah dan kembali ke desanya.
Dan sekarang, disinilah ia. Sasuke tengah berjalan menyusuri jalanan di desanya yang masih ia hapal betul keadaannya. Pagi tadi, ia mendapat pesan untuk datang ke tempat tim 7 pertama kali bertemu dan berlatih. Maka kali ini ia memutuskan untuk datang kesana. Meski ia tak tahu hal apa yang pertama kali harus ia lakukan. Segalanya pasti akan terasa canggung begitu ia kembali bertemu dengan mantan teman setimnya dulu dan gurunya. Bertemu Naruto, Kakashi sensei, dan kembali lagi bertemu gadis itu.

Langkah kakinya refleks berubah pelan saat pandangannya tertumbuk pada objek yang tak jauh dari pandangannya. Di depan sebuah bangku taman, seorang gadis yang ia masih hapal betul kini sedang berdiri sendirian disana. Sejenak langkahnya ragu saat pikirannya tiba-tiba menuntut banyak hal. Tentang apa yang harus ia lakukan begitu ia menghadapi gadis itu, tentang hal apa yang harus ia katakan begitu pertama kali menyapanya setelah sekian lama mereka tak pernah bertemu dalam situasi santai seperti ini dan juga 'tentang-tentang' yang lainnya.
Bodoh… ia mendesah. Merutuki dirinya yang sempat hilang arah seperti tadi. Ia menarik napas dalam, merilekskan keadaannya. Langkahnya kembali seperti semula. Kini ia berpikir hal itu semuanya pasti bisa ia atasi. Ia hanya harus bersikap seperti biasanya, bersikap tidak peduli seperti dulu. Ya, hanya itu.

Gadis merah muda ini merasakkan kehadiran seseorang, dia mengenali cakra ini, sangat mengenalinya seperti dia mengenali dirinya sendiri. Namun dia enggan menoleh, dia tak ingin hatinya kembali goyah hanya karena kembali menatap pemuda itu, terutama menatap matanya. Dia menarik napas dalam-dalam untuk menetralkan debar jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
'Mungkin aku hanya belum terbiasa' gumamnya dalam hati.
Tapp…
Langkah kaki itu terhenti. Tepat di sampingnya. Gadis ini masih tak berani untuk menoleh, dia masih dengan sekuat tenaga menata hatinya. Menata semuanya kembali utuh meski dia tahu tak mungkin kepingan-kepingan hatinya bisa kembali utuh dengan sempurna. Dia sangat menyadari semua hal itu, perasaan sakit yang begitu menyiksanya bertahun-tahun hanya karena memikirkan pemuda yang sekarang berdiri di sampingnya ini.
Dia pikir segalanya akan menjadi mudah. Dia pikir kembalinya pemuda ini tak akan mengubah apa-apa, setelah begitu banyak dia membangun hal positif setiap harinya untuk membuatnya tetap tegar menghadapi hidupnya, kini ternyata begitu mudah pemuda ini kembali menggoyahkan semuanya.
Dan kini, saat ia kembali, gadis ini tak menyangka bahwa segalanya seperti berusaha bangkit dari ingatannya. Ia seperti membawa kembali semua kenangan yang berusaha dia kubur dalam-dalam, membangkitkan rasa perih itu lagi, membangkitkan lagi hatinya yang telah mati sekian lama karena ia, dan setelah dia sadar, perasaan bodoh itu belum benar-benar hilang, bahkan semakin kuat. Gadis merah muda ini tak pernah membayangkan, bahwa ternyata membiarkan hatinya mencintai pemuda itu rasanya sesakit ini, begitu menghancurkannya.
Perih…
Dia memejamkan matanya kuat-kuat, berusaha melawan rasa itu. ia bertekad, berjanji dalam hati, bahwa semuanya harus berakhir sekarang, saat ini.

Sasuke merasa ada sesuatu yang hilang saat ini. Saat didapatinya gadis di sampingnya tak mengucapkan apapun sejak kedatangannya sekitar 5 menit yang lalu. Kemana kah keceriaan gadis ini, kata-kata gadis ini yang begitu menyebalkan, yang tidak selalu ditanggapinya dengan begitu serius, hilang kah? Pertanyaan itu terhenti di ujung bibirnya. Ia menunggu, menunggu dia mengucapkan sesuatu untuknya.
"Sasuke-kun, apa kabar?"
'Akhirnya dia bicara juga' tanpa sadar Sasuke menghela napas lega. Meski ia bukan orang yang suka banyak bicara, tapi terjebak dalam kebisuan di situasi seperti tadi juga adalah salah satu hal yang tidak disukainya.
"Baik," jawabnya singkat.
' – kau apa kabar?' kalimat lanjutan itu tertelan kembali di tenggorokannya, menolak untuk dikeluarkan. Betapa sulit bibirnya ingin berucap kata-kata itu, meski sesungguhnya ia ingin tahu bagaimana kabar gadis ini.
"Syukurlah kalau begitu. Jangan lupa obat yang ku berikan diminum ya," katanya sambil tersenyum tipis.
"Hn," ucap Sasuke sambil mengangguk menanggapi permintaan gadis ini.
Gadis ini, tersenyum lagi. Sasuke memperhatikan meski lewat sudut matanya. Ia tahu, gadis ini menghawatirkan keadaan dirinya. Saat pertempuran terakhirnya dengan Naruto waktu itu, memang gadis ini yang bertugas merawatnya hingga akhirnya ia diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Dan kini wajar jika dia tetap mengingatkannya untuk tidak melupakan obat yang sudah diberikan olehnya. Pasti dia bertanggung jawab untuk kesembuhan pasien yang ditanganinya.
Kemudian suasana kembali hening, Sasuke mulai mengutuk dalam hati karena keterlambatan Naruto dan Kakashi yang begitu jauh dari jam yang dijanjikan. Ia tidak suka berlama-lama dalam situasi seperti ini, apalagi bersama gadis ini. Entahlah ia tak begitu mengerti, tapi kini justru ia berharap bisa berada di situasi dulu. Situasi saat gadis ini yang dulu selalu mengejarnya, mengikutinya kemana pun ia pergi, dan tak pernah berhenti berceloteh di sampingnya. Ia jauh lebih menyukai hal itu dibanding saat gadis ini diam seperti ini dan tak memedulikannya sama sekali.
'Apa yang dipikirkannya?' pertanyaan itu muncul dalam pikiran Sasuke. Ia menoleh dan menatap gadis itu. Rambut merah muda itu tetap sama seperti dulu, terlihat lembut seperti warnanya. Wajah itu tetap sama, yang berubah hanya ekspresi yang kini Sasuke bisa baca dari raut gadis itu. Dulu wajah itu begitu polos, karena itu gadis ini mudah sekali menunjukkan berbagai ekspresi dalam dirinya. Dia begitu mudah tertawa, menangis, merenggut dan sangat cerewet. Namun sekarang, wajah itu sulit dibaca olehnya, seperti menyimpan begitu banyak ekspresi berarti yang dengan mudahnya disembunyikan oleh gadis ini. Wajahnya lebih tegar, dan dewasa. Dan hal yang paling disukainya dan sampai kini tak berubah adalah mata gadis itu. warna hijau emerald itu selalu bisa membuat Sasuke berpikir bahwa mata itu suatu saat bisa melelehkan dan menembus obsidian hitamnya. Tapi sampai sekarang, hal itu tak pernah terjadi, karena ia tak pernah mencoba benar-benar menatap emerald itu dengan sungguh-sungguh.
Ia tahu gadis ini kuat. Bukti keberadaannya sekarang lah yang membuat Sasuke berpikir begitu. Setelah begitu banyak hal yang terjadi yang dilalui gadis ini, entah kenapa dia masih bisa bertahan. Ia tahu, dari dulu gadis ini begitu mencintainya. Rela melakukan apapun untuknya, bahkan mencoba membunuhnya jika memang hal itu adalah satu-satunya jalan yang tersisa untuk menariknya dari kegelapan itu. tapi gadis ini terlalu naïf, dia terlalu naïf karena melakukan hal yang bodoh seperti itu. menempatkan dirinya dalam posisi begitu berbahaya. Mungkin kalau dulu, ia tak akan segan-segan untuk menghabisi gadis ini. Namun sekarang, itu tak akan terjadi, karena ia pasti akan dihabisi oleh Naruto dan teman-teman yang lainnya, selain itu entahlah ia tak ingin atau sebenarnya tak mampu.
Menatap gadis ini dalam diam kini membuatnya tertarik. Kini justru hadir pertanyaan konyol dibenaknya. Alasan apa yang membuatnya tidak bisa membalas cinta yang diberikan oleh gadis ini? Ah, mungkin dulu cinta bukan prioritas yang dipikirkannya, ia tak mau menghabiskan waktunya dengan percuma hanya untuk memikirkan hal bodoh seperti itu. Namun apa hal itu sekarang tetap berlaku? Jika tak pernah terjadi hal-hal buruk di kehidupannya, jika ia tak perlu harus pergi dan membalas dendam pada kakaknya, apa ia tetap tak tertarik dengan gadis pemilik emerald ini? Sasuke sendiri kini tak yakin.
Setelah sekitar 5 hari ia berdiam diri di rumah sakit dan menerima perawatan disana, ia melihat begitu banyak sisi baru dari gadis ini. Dia ceria, ramah, dan penyayang. Tak pernah segan-segan dia membantu siapapun yang dia lihat sedang membutuhkan pertolongan. Sasuke bukan tak memperhatikan itu semua, ia melihat semuanya, memperhatikan semua hal itu, namun ia hanya memperhatikan dalam diam. Semakin hari ia sudah sedikit banyak memikirkan gadis ini dalam pikirannya, namun ia tak kunjung menemukan jawaban dari apa yang dipikirkannya.
Ia sadar, sekarang tak mudah membaca perasaan gadis ini. Kini dia begitu tertutup dan berhati-hati dalam menunjukkan perasaannya. Bahkan selama gadis ini merawatnya, dia tetap terlihat biasa saja, seperti tak pernah terjadi sesuatu hal di antara mereka berdua dulu.
'Sebenarnya bagaimana perasaannya sekarang? Apa dia masih – ' pikiran bodoh itu seketika langsung dihentikannya sebelum benar-benar mempengaruhi pikirannya sekarang. Sejak kapan ia bersungguh-sungguh memikirkan perasaan seorang gadis seperti ini? Dan tanpa disadarinya wajahnya berubah pucat karena khawatir dengan pemikirannya yang tiba-tiba itu.
"Sasuke-kun, kau baik-baik saja?" suara lembut itu mengembalikan kesadaran Sasuke.
"Hn," ia mengangguk canggung saat didapatinya wajah Sakura berubah khawatir menatapnya.
'Kenapa wajah Sasuke-kun pucat? Apa dia sakit?' Sakura bertanya-tanya dalam hatinya. Mungkin efek pertarungan itu masih berpengaruh pada tubuh Sasuke, meskipun dia sudah memberikan perawatan padanya selama 5 hari.
Sakura kemudian memutuskan untuk mengecek panas tubuh Sasuke, mungkin saja ia pucat karena tiba-tiba ia demam. Luka-luka yang berat bisa saja membuat tubuh seseorang terserang demam, jadi Sakura perlu memeriksa tubuh Sasuke untuk memastikannya. Dia meraih pergelangan Sasuke, menggenggamnya cukup erat untuk merasakkan panas tubuhnya. Meskipun awalnya gadis ini sempat gemetar saat hendak menggenggam tangan pemuda Uchiha ini, namun dia cepat membiasakan keadaan itu.
Sasuke bergeming, hampir saja tangan gadis di depannya itu ingin ditepisnya karena ia begitu terkejut mendapati Sakura yang tiba-tiba menggengam tangannya. Bisa dirasakannya tangan gadis ini begitu dingin saat menyentuh permukaan kulitnya. Tapi perasaan hangat apa yang dirasakannya sekarang?
'Tidak terlalu terasa' Sakura mendesah kecewa. Dia berpikir cara apa lagi yang biasanya dilakukan untuk mengecek suhu tubuh. Dan seketika itu dia ingat sesuatu, hal yang sering dilakukan oleh ibunya dulu saat dirinya kecil.
"Emm, maaf Sasuke-kun, aku ingin mengecek keadaanmu tapi apa kau me – "
" – silahkan saja," Sasuke memutuskan ucapan Sakura. Ia yakin apa yang dilakukan oleh gadis ini karena ia tak pernah meragukan kemampuan medic yang dikuasai olehnya, jadi kali ini pun ia tak keberatan jika Sakura memeriksanya.
"Baiklah," Sakura mengangguk kemudian mengambil napas dalam.
'Kenapa dia keliatan begitu gugup?' Sasuke menatap dengan wajah heran, tapi detik berikutnya pertanyaan di kepalanya itu terjawab sudah.
Sakura berjinjit menyeimbangkan tinggi badannya dengan Sasuke. Tangan kirinya diangkat, kemudian disibakkannya poni Sasuke perlahan. Dia mendekatkan dirinya sangat dekat dengan Sasuke sampai kemudian dia menempelkan dahinya perlahan dengan dahi Sasuke.
Sasuke berdiri membeku. Sebuah perasaan asing hadir saat dirasakannya tubuhnya seperti tersengat oleh aliran listrik tepat disaat kulit lembut gadis itu menyentuh miliknya. Ia sungguh-sungguh tak mengerti yang terjadi. Getaran itu terasa memabukannya. Ia menatap gadis di hadapannya yang matanya kini sedang terpejam.
'Apa dia juga menikmati keadaan ini?' Sasuke bertanya-tanya dalam hati. Dan detik berikutnya kedua obsidian hitam itu pun terpejam.
Sakura tak paham, hal apa yang bisa membuatnya begitu berani melakukan hal seperti ini. Ini memang hal biasa, yang memang sering dilakukan oleh kebanyakan orang untuk mengecek suhu tubuh seseorang. Tapi kali ini beda. Dia melakukan hal ini pada seorang pemuda dewasa, pemuda yang jelas-jelas dia tahu sejak dulu dia memiliki perasaan khusus padanya. Dan kali ini dia merasa dirinya begitu tak pantas, meskipun sisi hatinya bersikeras untuk tidak ingin melakukan hal ini, tapi sisi lainnya merasa dia begitu menikmati perasaan ini. Ah entahlah dia sendiri sungguh tak mengerti.
Sasuke kini tersentak kaget. Saat ia sadari bahwa bukan hanya dahi gadis ini yang menyentuhnya dan begitu dekat dengannya. Jarak mereka terlalu dekat, begitu dekat sampai mereka mungkin tak sadar atau baru menyadari bahwa ujung hidung mereka saling bersentuhan. Membuat mereka secara tak sadar seperti saling berbagi hembusan napas. Dan hal itu kini hampir sepenuhnya membuat Sasuke kehilangan kendali dirinya.
Ia tak tahu lagi harus bersikap bagaimana saat kemudian ia menyadari ujung hidung gadis itu menyentuhnya, dan ia bisa secara jelas merasakan hembusan napas teratur gadis ini. Ia sungguh-sungguh tak pernah sedekat ini dengan gadis manapun selama hidupnya, dan ia tak mengerti apakah dirinya salah jika keadaan ini membuatnya terpaksa ingin melakukan hal lainnya?
Pikiran itu ditepisnya jauh-jauh. Ia sadar betul sedingin apapun dirinya, ia masih lah tetap seorang pria normal. Dan seorang pria bisa saja berniat melakukan hal-hal yang diinginkannya apalagi mengingat posisinya kini sangat lah mudah untuk melakukan hal tersebut. Namun ia segera sadar dan tepat saat ia membuka kedua matanya secara paksa kedua onyx nya terpaku menatap bening emerald yang saat itu juga terbuka dan balas menatapnya.
Mereka sama-sama terdiam. Sasuke kini mengerti, semua hal yang sempat pernah dipikirkannya terjawab sudah. Hijau emerald itu memang sungguh-sungguh bisa menghanyutkan onyx miliknya. Ia tak yakin dan tak mau percaya, tapi disinilah ia. Pertama kali menatap dua bening itu, dan satu hal yang kemudian terlintas dibenaknya adalah…
Ia ingin menarik gadis itu segera ke dalam pelukannya saat ini juga. Pikiran konyol itu pun membuatnya tertawa dalam hati. Emerald itu benar-benar sudah menghipnotisnya sampai sejauh itu, sampai ia sendiri kemudian berpikiran hal-hal tidak logis semacam itu. Namun kedua tangannya masih terkepal di kedua sisi tubuhnya tanpa berani ia gerakkan. Ia tak ingin melakukannya karena harga dirinya menahannya untuk tetap seperti itu. Ah mungkin itu hanya alasan bodohnya saja, hal sesungguhnya yang ia khawatirkan adalah ia tak ingin membuat gadis ini terkejut dan seketika itu juga meninggalkannya. Hal itu yang sebenarnya menahannya untuk tidak melakukan apapun.
Tapi hal bodoh apa lagi yang kini dipikirkannya? Ia benci menyadari mengapa Kami-Sama menciptakan manusia dengan napsu yang ada dalam dirinya. Ia benci itu, sangat membencinya. Karena bagaimanapun ia mencoba menghindar untuk menatap hijau emerald itu, ia tetap tak kuasa berdusta pada hal gila lainnya yang sedang dipikirkannya saat ini.
'Hal bodoh apa ini? Kenapa gadis ini bisa membuatku seperti ini? Hal apa yang membuatku berpikir bahwa saat ini aku tiba-tiba ingin menci – '
"Maaf… Aku pikir tadi kau demam, tapi ternyata kau baik-baik saja," suara itu menghancurkan semua imajinasi liar Sasuke dan menyadarkannya sekejap.
Sakura kini tengah kembali pada posisinya semula, berdiri di hadapan Sasuke sambil tersenyum canggung.
"Tidak perlu sekhawatir itu, aku baik-baik saja," Sasuke menjawab ketus guna menyembunyikan dirinya yang masih gugup saat itu.
"Aku minta maaf," Sakura menunduk merasa bersalah. Dialihkannya pandangan matanya dari Sasuke.
Sasuke mengutuk dirinya dalam hati. Tak bermaksud ia mengatakan hal itu jika ternyata membuat gadis ini justru merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya tadi. Tak tahukah dia bahwa apa yang baru saja ia lakukan justru membuat perasaan Sasuke kacau balau dan hampir tak terkendali karenanya? Ia justru ingin meminta maaf, namun ia masih tetap Sasuke yang dulu, yang tak bisa mengutarakan perasaannya dengan mudah pada siapapun.
"Maaf kami terlambat," suara keras yang khas itu seketika menghancurkan kecanggungan yang sempat terjadi saat ini.
Dua orang yang sejak tadi memang sudah ditunggu kedatangannya akhirnya datang melengkapi pertemuan yang memang sudah direncanakan hari ini.
"Kalian kemana saja Naruto? Kakashi Sensei? Kalian benar-benar keterlaluan! Telat setengah jam dari waktu yang sudah dijanjikan hah? Beruntung aku sedang tidak sibuk melayani pasien, kalau tidak aku daritadi pasti sudah pergi dari sini!" Sakura mengomel panjang lebar sambil berkacak pinggang memelototi Naruto dan Kakashi.
Kedua orang itu justru malah balik memasang tampang innocent mereka kepada Sakura.
"Maaf Sakura-chan, kali ini bukan mau kami datang terlambat. Tiba-tiba saja tadi Tsunade baa-chan memanggil kami," Naruto menjawab sambil menggaruk rambut belakangnya yang tidak gatal.
"Benarkah Tsunade shishou memanggil kalian?" kali ini Sakura menurunkan volume suaranya dari sebelumnya.
"Hemm tentu saja Sakura, kami tak mungkin bohong," gantian Kakashi menjawab pertanyaan Sakura.
"Hhh, yasudahlah kalau begitu. Aku pikir kalian melupakan permintaanku untuk datang kesini," ucap Sakura dengan raut wajah lega.
"Tidak mungkin aku lupa Sakura-chan… Ah hey Sasuke-teme ternyata kau juga sudah datang!" Naruto kembali heboh sambil menepuk-nepuk punggung Sasuke dengan wajahnya yang gembira.
Hal itu sedikit banyak membuat Kakashi tersenyum mendapati kembali pemandangan yang sejak dulu dirindukannya ini. Mereka kembali bersama, tim 7-nya kini kembali…
"Hn," Sasuke hanya melirik Naruto seperti biasa. Sikap hebohnya itu lama-lama membuatnya semakin terbiasa untuk menghadapinya.
'Ternyata Sakura yang meminta mereka berkumpul. Tapi apa yang ingin disampaikannya?' Sasuke kembali mengalihkan pandangannya pada gadis merah muda itu.
"Jadi berita penting apa yang ingin kau sampaikan Sakura?" Kakashi buka suara sambil menatap murid perempuan satu-satunya itu dengan wajah ingin tahu.
"Ehm, begini – " Sakura menggantung kalimatnya sambil menatap satu per satu rekan tim dan gurunya itu. Hal ini adalah sesuatu yang penting baginya, tak berat baginya memberitahu hal ini kepada Naruto maupun Kakashi Sensei, tapi sekarang Sasuke kembali. Mau tak mau dia harus memberi tahu hal penting ini juga padanya. Meskipun dia akui, untuk mengucapkan hal ini, dia masih benar-benar tak sanggup menatap wajah pemuda Uchiha itu, apalagi setelah kejadian beberapa menit yang lalu itu.
"Ya Sakura-chan?" Naruto menunggu lanjutan ucapan gadis merah muda di hadapannya itu dengan wajah penasaran.
"Minggu depan – " Sakura mengambil napas sejenak untuk melanjutkan ucapannya, " – aku akan menikah," ucap gadis Haruno itu akhirnya.
Naruto terkejut mendengarnya. Kakashi hanya sedikit menunjukkan reaksi kagetnya karena dia sempat mendengar kabar itu dari Tsunade, meski dia tak tahu betul kapan pernikahan itu akan diadakan. Dan Sasuke, terdiam, membeku.
Ucapan gadis itu benar-benar menggetarkan segalanya. Sesuatu yang tersimpan rapat-rapat di hati Sasuke kini terpaksa terbuka. Ada hal penting yang akhirnya kini baru terlambat disadarinya!
TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar